
Di salah satu karangan bunga tertulis "NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 Harga Mati!!! Terima kasih TNI- Polri, Terima kasih Pak Tito Telah Mengawal Keutuhan Negeri ini. Kami Macan Ternak Mendukung Bapak. Jangan Kasih Kendor Leeebbaasss!!! dari MAmak2 CANtek anTER aNAK".
Di karangan bunga lainnya tertulis "Kami Silent Majority dukung NKRI dari HH FANS". Selain tersebut, juga ada karangan bunga yang menyampaikan pesan "Terima kasih. TNI dan Polri Jangan Biarkan Anak Cucu Kami Rusak Dipengaruhi Ajaran Radikal dari Group Dokter Aesthetic Anti Aging Pecinta Damai".
Beberapa personel Polri yang berjaga di luar pagar Mabes Polri menuturkan bahwa karangan bunga tersebut mulai berdatangan beberapa hari terakhir. Sebab pada Rabu menjelang siang, jumlahnya belum diketahui pasti Namun, setidaknya, karangan bunga itu telah lebih dari 100 buah.
karangan bunga untuk Mabes Polri tersebut masih mungkin bertambah. Sampai kemarin siang, di lantai 2 Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat, kesibukan menyiapkan karangan bunga pesanan yang sebagian untuk dikirim ke Mabes Polri belum selesai. Pesanan masih terus mengalir. Sebagian pemesan dari Jakarta, namun ada juga pemesan luar Jakarta.
Pesanan diselesaikan oleh sejumlah pegawai usaha pembuatan karangan bunga itu sampai bergadang. Ipung (27), staf Eka Putri Florist, mengatakan semalaman belum tidur. "Entah telah berapa gelas kopi habis, ha-ha-ha," ujarnya.
pembuat-pembuat karangan bunga di pasar itu sejumlah pekan terakhir kebanjiran pesanan. Sesudah sebelumnya topik kata-kata berupa apresiasi kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk dikirim ke Balai Kota Jakarta, kini pesanan mereka didominasi ucapan apresiasi usaha Mabes Polri menjaga toleransi dan melawan radikalisme.
Menurut Davi (32), pengelola Bos Bunga Florist, pesanan karangan bunga dengan pesan semacam itu tak hanya ditujukan ke Mabes Polri. Ada juga pemesan yang mengirim karangan bunga ke Mabes TNI dan Istana Negara. Sebagian besar pemesan karangan bunga, kata dia, dikenal sebagai perorangan, bukan organisasi atau lembaga. Mayoritas pemesan mengirim pesan singkat berisi bahan ucapan kemudian mentransfer dana pembayaran dengan nilai Rp 450.000-Rp 1 juta per karangan bunga.
Yuliana (55), warga Kabupaten Bekasi, menjadi salah satu pengirim bunga ke Mabes Polri. Saat dihubungi melewati telepon, dia mengatakan, dana untuk membayar karangan bunga itu berasal dari patungan 17 orang. Sebagian dari tetangga, sebagian mantan sahabat sekolah, sebagian lagi keluarga besarnya.
"Saya enggak ingin negara kita hancur karena dijadikan sawah radikalisme seperti di Suriah. NKRI harga mati dan Pancasila tak boleh diganti," tandasnya.
Sesudah mendapat pesan dari kenalannya, ia mengaku mulai tergerak mengirim karangan bunga Di pesan tersebut, ada video Kapolri Jenderal Tito Karnavian tengah berbicara dalam satu forum, mengundang silent majority (mayoritas diam) untuk bersuara memberikan dukungan.
Di media sosial, pengiriman karangan bunga untuk Mabes Polri ini cukup menarik perhatian. Kata kunci "Mabes Polri" menjadi salah satu topik terhangat Twitter di Indonesia. Namun, sikap netizen atau masyarakat pengguna dunia maya berbagai. Ada yang mengapresiasi gerakan mengirim karangan bunga itu, tapi juga ada yang memberi komentar negatif.
Bekas Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menuturkan, karangan bunga itu bisa dimaknai sebagai harapan warga kepada Polri untuk bertindak tegas, namun sesuai hukum, dalam menghadapi paham yang keras. Warga, kata Syafii Maarif, mulai sadar Indonesia tengah dalam ancaman.
"Sekolah menengah dan perguruan tinggi telah mulai disusupi aliran keras. Ini wajib dihadapi bersama-sama pemerintah," kata Syafii Maarif.
Tapi, Ketua Umum Petinggi Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengingatkan, munculnya karangan bunga ke Mabes Polri bisa memunculkan stigma negatif ke kelompok lain yang dianggap radikal. Menurut ia, hal ini tidak sehat lantaran bisa melahirkan radikalis baru.
Peneliti Kelas Menengah, Warga Sipil, dan Gerakan Politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wasisto Rahardjo Jati, dan pengajar sosiologi komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Triyono Lukmantoro, dihubungi terpisah, sama-sama menganggap gerakan mengirim karangan bunga tersebut sebagai "permainan" simbolik masyarakat kelas menengah.
Menurut Triyono, pilihan bentuk komunikasi dengan karangan bunga dilakukan karena penyampaian pesan melalui kata-kata dianggap sudah terlalu tidak sedikit dan klise. Sementara unjuk rasa dan mobilisasi massa dianggap menimbulkan kejengkelan dan mengganggu warga. Bunga dianggap universal dan bisa menjadi simbol penegasan bahwa bangsa Indonesia sebagai orang yang punya perhatian, kelembutan, dan kasih.
Gerakan bunga itu, kata Wasisto tidak terlepas dari fenomena yang muncul setelah Pilkada DKI Jakarta. Sejumlah pekan lalu ribuan karangan bunga dikirim ke Balai Kota Jakarta. Menurut ia, bunga secara simbolis bisa dimaknai sebagai gerakan rekonsiliasi.
"Bunga itu simbol netral dan independen. Kemudian di mana letak salahnya kalau itu masih dikritik Itu, kan, sebenarnya simbol apresiasi dan dedikasi," kata Wasisto.
Lantas, bagaimana respons Polri atas "banjir" karangan bunga tersebut? Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul menyampaikan, Polri berterima kasih atas kiriman bunga tersebut. "Itu wujud dukungan dan apresiasi masyarakat terhadap kinerja dalam memelihara keamanan dan ketertiban. Dukungan tersebut mendorong Polri lebih termotivasi bekerja," ujarnya.


0 comments:
Post a Comment