
www.beritankri21.blogspot.com - Paham radikal yang mengancam persatuan bangsa kerap disebarkan melalui berita bohong di beberapa media sosial. Untuk menangkal itu, warga dilibatkan dalam gerakan melawan berita bohong.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi bertajuk "Literasi Media, Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme di Warga", Kamis (18/5/2017), di Bandar Lampung. Acara itu diikuti oleh puluhan dosen, karyawan negeri, dan mahasiswa.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Lampung Abdul Syukur menuturkan, badai informasi membuat masyarakat kesulitan memilah informasi yang diterimanya. Padahal, sikap intoleran dan paham radikal disuburkan banyak dari informasi tersebut merupakan berita bohong yang cenderung.
Minimnya level literasi juga membuat masyarakat rentan terjebak sebagai pelaku penyebaran berita bohong. Akibatnya, berita bohong itu tidak susah tersebar di masyarakat.
Untuk itu, Abdul Syukur menyebut, pihaknya menghidupkan gerakan komunitas masyarakat antihoaks di Lampung. Masyarakat tak cuma diajak untuk tidak ingin berita bohong, narasi pulang terhadap berita yang tidak benar disebarkan oleh tapi juga.
"Ini dilakukan untuk mengantisipasi berkembangnya paham radikal di tengah warga. Kami ingin mengimbau biar warga sulit termakan berita bohong dan ikut menyebarkan berita yang tidak bisa diverifikasi sumbernya," katanya.
Praktisi media, Willy Pramudya, yang menjadi pembicara dalam perbincangan itu bercerita, untuk menangkal berita bohong, warga bisa dilibatkan sebagai jurnalis masyarakat. Dengan memahami dasar-dasar jurnalistik, warga diharapkan bisa memilah informasi yang diterimanya sehingga tidak gampang terprovokasi oleh berita bohong.
Tidak hanya itu, jurnalis diharapkan berperan dalam membuat narasi balik terhadap berita bohong yang telanjur tersebar. Jurnalis berperan penting untuk melakukan verifikasi dan memberikan informasi yang jelas kepada warga.
Di Pontianak, Kalimantan Barat, peneliti sastra Balai Bahasa Kalbar, Musfeptial, menuturkan, sastra memiliki peran untuk mencegah radikalisme sebab sifatnya yang mendidik dan humanis. Karena dirangkai dengan indah, sastra berbicara mengenai kemanusiaan, lingkungan, serta adat istiadat yang dikemas dalam bahasa yang mengandung nilai estetis
Penyair Joko Pinurbo bercerita, sastra bisa menjadi sarana membentuk kelembutan jiwa dan mengasah empati terhadap orang lain. (VIO/ESA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Mei 2017, di halaman empat dengan judul "Paham Radikal Tersebar lewat Berita Bohong".

0 comments:
Post a Comment