Ads

Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan, penutupan beberapa pelintasan sebidang tersebut bukan kali pertama


beritahotnkri.blogspot.com -Keselamatan perjalanan kereta api, serta tentu saja bagi pengendara dan warga, dikenal sebagai isu sentral dalam masalah pelintasan sebidang di Jakarta. Resiko makin tidak rendah menyusul bertambahnya frekuensi perjalanan kereta api dan kemudian lintas darat. Pelintasan sebidang telah selayaknya ditutup.

Setelah lebih dari 1  tahun terkatung-katung, surat Menteri Perhubungan Nomor KA.101/2/3PHB/2-15 tertanggal 15 Desember 2015 kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta alhasil bersambut. Surat tersebut ihwal penanganan pelintasan tak sebidang di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Agar menutup sembilan belas pelintasan sebidang yang telah dilengkapi flyover dan underpass sebagai infrastruktur pelintasan tidak sebidang, surat tersebut lantas dilanjutkan usulan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hingga akhir tahun ini, 14 pelintasan sebidang bakal ditutup sebagai bagian dari 19 titik yang diusulkan ditutup.

Catatan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan, penutupan beberapa pelintasan sebidang tersebut bukan kali pertama. Andri Yansyah, Kepala Dishub DKI Jakarta, didampingi Kepala Bidang Manajemen Rekayasa dan Kemudian Lintas Dishub DKI Jakarta Priyanto, Rabu (15/3), menyebutkan, pada April 2016 pelintasan sebidang di Tebet, Jakarta Selatan, sudah ditutup.

Meski demikian, penutupan 14 pelintasan sebidang tahun ini menjadi ukuran pencapaian target lebih gede. Direktur Keselamatan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Edi Nursalam, Jumat (24/3), menyebutkan, pelintasan sebidang di ruas Manggarai-Bogor, Manggarai-Bekasi, Manggarai-Serpong, dan Manggarai-Tangerang adalah bidikan selanjutnya.

Penutupan pelintasan sebidang memang susah. "(Awalnya) Dirjen Kereta Api kirim surat ke gubernur, minta pelintasan sebidang yang sudah ada flyover dan underpass ditutup, tetapi tak ditanggapi. Tahun 2015, Menteri (Menteri Perhubungan) kirim surat, tidak ditanggapi juga. Alhasil, awal Juli atau awal Agustus diperintahkan (oleh) menteri agar dieksekusi," kata Edi.

Dirjen Perkeretaapiaan Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono, pada hari yang sama, menyebutkan bahwa pada prinsipnya kebijakan itu terkait pengaturan keselamatan. Penutupan menjadi konsekueensi tak terelakkan yang diupayakan secara bertahap. Usaha bertahap dilakukan menyusul relatif beratnya tantangan di lapangan sebab tentangan sebagian warga, kecenderungan terbatasnya aspek finansial, dan kerepotan menyusul pengaturan baru arus kemudian lintas.

Ini terlihat dari uji coba penutupan pelintasan sebidang di Jalan Letjen Soeprapto, Senen, yang dilakukan mulai satu Oktober 2016 lalu. Edi mengatakan, kondisi lapangan yang agak berat menyusul tentangan sebagian warga membuat pihaknya relatif gamang. "Tidak sedikit premannya," seloroh Edi.

Data kacau

Jika ditilik dari aturan dan fakta lapangan, seluruh pelintasan kereta api di Jakarta telah semestinya dibangun menjadi pelintasan tak sebidang. Ini sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Pelintasan Sebidang Antara Jalan Dengan Jalur Kereta Api.

Aturan itu mensyaratkan, bila hasil perkalian antara volume kemudian lintas harian rata-rata (LHR) dengan frekuensi kereta api antara 12.500 sampai 35.000 SMPK (satuan mobil penumpang kereta api), hal tersebut mesti ditingkatkan menjadi pelintasan tak sebidang.

Direktur Eksekutif Warga Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang menyebutkan, semenjak 20 tahun kemudian tak ada lagi pelintasan sebidang di Jakarta yang memiliki koefisien di bawah 35.000 SMPK. Akibatnya, angka tabrakan di pelintasan sebidang antara kereta api dan kendaraan bermotor dan orang mencondong kerap terjadi.

Data Direktorat Kemudian Lintas Polda Metro Jaya menyebutkan, 28 fenomena pada 2015 dengan 18 korban mati dan 20 fenomena pada 2016 dengan 9 orang meninggal. Tapi, Edi percaya jumlah kejadiannya lebih gede. Ini menyusul domain tabrakan di pintu pelintasan sebidang yang menurut Edi bukanlah insiden kereta api ataupun kemudian lintas. "Alhasil data tidak banyak kacau," ujarnya.

Menurut Edi, sepanjang 2016 dua belas orang mati dampak kecelakaan di pelintasan sebidang, bukan sembilan orang seperti versi polisi.

Perbedaan data tersebut terjadi di setiap instansi menyusul berlainannya cakupan wilayah penghitungan dan metode yang digunakan. Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat, ada seratus enam puluh enam pelintasan sebidang di Jakarta. Jumlah itu terbagi dalam lintas Tanahabang-Serpong, Manggarai-Bogor, Manggarai-Bekasi, Duri-Tangerang, dan Lingkar Jakarta.

PT KAI Daerah Operasi satu Jakarta menghitung, terdapat 474 pelintasan sebidang yang terbagi dalam 25 resor dan lintas.

Kacaunya data juga diakibatkan pelintasan sebidang cenderung terus dibangun setiap waktu dan tanpa didahului permohonan izin. Pembangunan pelintasan sebidang liar tidak terpantau menyusul meluasnya kawasan permukiman, bisnis, juga beberapa projek pemerintah.

Eksklusif yang terakhir, Edi mengatakan, baru saja menegur penanggung jawab salah satu projek jalan inspeksi sungai yang membangun pelintasan sebidang di wilayah Tamankota, Grogol, Jakarta. Dia memberikan waktu sebulan agar pelintasan sebidang tanpa izin tersebut ditutup, atau dipergunakan terbatas dengan pagar bergembok.

Izin pembangunan pelintasan sebidang ini terkait diajukan syarat berat

Keengganan untuk dengan sejumlah syarat teknis yang diwajibkan. Aturan teknis terkait itu telah dicantumkan dalam Peraturan Dirjen Hubdar SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Pelintasan Sebidang Antara Jalan dengan Jalur Kereta Api.

Misalnya saja, syarat tertentu terkait kondisi permukaan jalan, sudut perpotongan, dan lebar pelintasan maksimum untuk 1  jalur 7 meter. Selain itu, mesti juga dilengkapi beberapa rambu, marka jalan, isyarat lampu, isyarat bunyi pita penggaduh, dan lainnya.

Petugas pintu pelintasan ditempatkan itu belum tergolong keharusan untuk. Perihal itu berkelindan dengan jumlah tarif yang mesti dikeluarkan, seperti pintu pelintasan yang menurut Edi harganya bisa mencapai Rp dua miliar.

Sebelum wajib dibangun menjadi pelintasan tak sebidang, masa berlakunya paling lama tiga  tahun Ini menyusul aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.

Pasal 79 peraturan tersebut menyebutkan tentang evaluasi berkala oleh menteri, gubernur, atau bupati dan wali kota terhadap perpotongan sebidang. Hasil penilaian tersebut menjadi dasar untuk dilakukannya penutupan pelintasan sebidang.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian juga menyebutkan tentang perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat tidak sebidang. Ini tercantum dalam Pasal sembilan puluh satu dengan tambahan dispensasi cuma bisa dilakukan kalau tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan kemudian lintas jalan

Pasal 94 menyebutkan, pelintasan sebidang yang tidak memiliki izin wajib ditutup. Penutupan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Tetapi, perkara dipenuhi atau tidaknya berbagai syarat perizinan tadi mencondong bukanlah satu-satunya penyebab keengganan membangun pelintasan tak sebidang. Peraturan Presiden 83/2011 tentang Penugasan kepada PT KAI untuk Menyelenggarakan Prasarana dan sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi juga memengaruhi.

Pasal 5 aturan itu menyebutkan dukungan diberikan pemerintah dan pemerintah daerah terkait untuk membangun pelintasan tidak sebidang. Bakal tetapi, menurut Edi, perpres yang baru dijalankan sebagiannya ini membuat beberapa pihak terkait tunggu menunggu untuk membangun sejumlah pelintasan tidak sebidang.

Menunggu RITJ

Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang sudah berkoordinasi untuk membuat Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Kepala BPTJ Elly A Sinaga pada tiga belas Maret lalu menyebut, dalam RITJ yang akan disahkan dalam bentuk perpres tidak ada lagi pelintasan sebidang di Jabodetabek. "Semua pelintasan sebidang bakal diubah menjadi jalan layang atau dibuat terowongan," ujarnya.

Elly menyebutkan perihal tersebut dalam konteks Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Wacana Umum Jaringan Angkutan Massal pada Kawasan Perkotaan Jabodetabek yang menurut dia tak berlaku lagi sebab sedang direvisi. Dirjen Perkeretaapiaan Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono menyatakan, Permenhub tersebut masih tetap dipakai dan tak sedang direvisi.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 12 Maret menyebutkan, Permenhub itu hendak dikaji ulang dan pihak-pihak terkait akan dikumpulkan. Sebelumnya, Direktur Eksekutif MTI Deddy Herlambang menyebutkan, keberadaan Permenhub ini sebagai salah satu pangkal kegamangan pemerintah provinsi membangun pelintasan tak sebidang.

Saat ini, beleid Perpres RITJ sudah diserahkan Kementerian Perhubungan kepada Kementerian Hukum dan HAM. "Telah satu  bulan kemudian kami serahkan. Mudah-mudahan bisa lebih tidak lambat lagi prosesnya," kata Elly.

Walau demikian, tetap saja tantangan terbesarnya adalah menghadapi tentangan sebagian orang lantaran kenyamanan wajib dikorbankan menyusul pengabaian bertahun-tahun terhadap penegakan aturan.

Versi cetak artikel ini terbit di Harian Kompas edisi dua puluh sembilan Maret 2017, di halaman dua puluh delapan dengan judul "Menyadarkan Nilai Keselamatan dan Aturan".



SHARE

Author

Hi, Its me Hafeez. A webdesigner, blogspot developer and UI/UX Designer. I am a certified Themeforest top Author and Front-End Developer. I'am business speaker, marketer, Blogger and Javascript Programmer.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

Disqus Shortname

Comments system