
beritahotnkri.blogspot.com -Pemerintah Kota Balikpapan di Kalimantan Timur mengerahkan 2 alat berat berupa eksavator untuk menghancurkan empat puluh dua wisma bekas kediaman bordil atau pelacuran di Balikpapan. Area yang dinamai komplek Lembah Harapan Baru (LHB) ini berada di sekitar Kilometer 17 di poros Balikpapan ke Samarinda.
Menyusul komitmen penutupan semua lokalisasi di Kaltim sebelum satu Juni 2016, Pemkot Balikpapan menggusur empat puluh dua bekas rumah bordil di Kilometer17 itu.
Penggusuran mengimplikasikan hampir 1.000 personel gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian Resort Kota, Komando Distrik Balikpapan, Basarnas, berbagai dinas terkait, bahkan Dinas Kesehatan.
“Seperti petunjuk, kami menargetkan hari ini semua bisa diratakan. Semua usai,” kata Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketertiban Warga Pemerintah Kota Balikpapan, Subardiyono, Rabu (8/2/2017).
Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi, memimpin langsung penggusuran rumah-rumah tersebut. Aksi gusur dimulai dari wisma nomor Blok D1 pada pukul 10.00 dan berakhir menjelang 18.00. “Seperti anda lihat, seluruh selesai sore ini. Kita menunggu perintah selanjutnya untuk esok,” kata Subardiyono.
Kilometer 17 sebutan sinis warga pada LHB. Komplek tersebut tumbuh di tahun 1980-an bersama dengan banyaknya prostitusi liar lain di tengah Kota Balikpapan. Pemkot gerah karena prostitusi liar tersebut. Mereka akhirnya memutuskan melokalisasi seluruh praktik berbau prostitusi tersebut ke LHB pada 1989-an.
Pemkot sekaligus menerbitkan larangan keras aksi prostitusi di jalanan Balikpapan. Sementara kompleks LHB pun jadi lokalisasi besar sampai mencuat lebih dari 40-an rumah bordil.
Perkembangan awal, pemerintah ikut andil aktif mendampingi LHB. Pemerintah turut dalam aplikasi pengembangan sumber daya manusia di LHB. Hasilnya lumayan. Banyak penghuni wisma pindah profesi menekuni bisnis non prostitusi lagi.
Tetapi perihal tersebut tak bertahan lama. Kawasan LHB malah berkembang sebagai salah satu pusat prositusi terbesar di Kalimantan. LHB tumbuh pesat seiring dengan kemajuan kota jasa Balikpapan, pertumbuhan Kalimantan efek industri minyak dan gas bumi, serta banyaknya pekerja batu bara.
Jumlah pekerja seks pun semakin banyak. Bahkan lebih dari 2.000 orang mengandalkan hidup dari geliat bisnis prostitusi di sana. Sejak pemerintah menerbitkan embargo, tapi saat ini kan sudah tak ada Warga patuh sebenarnya,” kata Sukariyono, kuasa hukum warga LHB.
Pemerintah kemudian menutup lokalisasi ini di 2014. Adapun pekerja-pekerja seks menyebar entah ke mana. Banyak masyarakat mengatakan, mereka juga tidak mendapat pencerahan wajib berbuat apa sesudah tak bekerja di area itu.
“Ya jadi tersebar ke mana-mana. Mereka mungkin menjadi liar dan jadi sampah di jalanan Balikpapan. Biarkan saja,” kata warga yang bersih menyebutkan namanya ini.
Tiga tahun semenjak keputusan penutupan lokalisasi itu, pemerintah malah menggusur LHB. Tak ada perlawanan dari masyarakat dan penghuni wisma yang tersisa. Mereka tampak pasrah menghadapi situasi itu. Perabot dan perkakas seadanya diamankan oleh mereka hanya bisa bergegas.
Walau berlangsung lancar, penggusuran diwarnai dengan terjadi tiga masyarakat pingsan.
salah satunya wanita paruh baya yang disapa Ibu Lili. Pemilik wisma nomor C3 ini pingsan berulang kali dan terserang tekanan darah tidak rendah. Badannya sampai kaku hingga kaki. Tangannya mengepal begitu kuat. Dia tak juga bangun sampai alhasil dilarikan ke puskesmas terdekat.
“Tekanan naik sampai 240/80. Ini biasa untuk orang yang kaget dan trauma berulang. Propertinya hancur disaksikan oleh ia bakal terus pingsan seperti itu bila. Saya kira akan sadar sesudah dijauhkan dari tempat ini,” kata Sriyono, Kepala Puskesmas Kariangau.
Hak Milik
Melewati kuasa hukumnya, masyarakat menilai, Pemkot Balikpapan telah bertindak tangan besi. Pemerintah dinilai tak mau mendengar aspirasi, kesulitan warga, serta menutup perbincangan dengan mereka. “Tidak sedikit yang telah dilanggar,” kata Sukariyono, sang kuasa hukum warga.
Warga yang nyaris semuanya memegang KTP Balikpapan tersebut merasa dianaktirikan. Mereka dibiarkan terbelit banyak masalah yang belum usai, termasuk status kepemilikan atas tanah dan bangunan.
Selama 25 tahun pada perusahaan swasta rekanan pemerintah saat tersebut, 000 per bulan “Mereka (swasta) menjanjikan kepemilikan kediaman bila lunas. Tetapi seluruh bohong belaka,” kata Widodo.
Masyarakat pun bersikeras bertahan karena menganggap seluruh area tersebut telah menjadi hak milik. Bukti surat tanah negara atas wilayah berdirinya lokalisasi bisa ditunjukkan terlebih pemerintah belum. “Dibuktikan dulu seharusnya,” kata Widodo.
Sukariyono mengatakan, status hak milik adalah satu dari tidak sedikit masalah pelik lain yang membelit warga. Warga tidak mudah mengambil keputusan bertahan atau angkat kaki dari sana diakibatkan oleh persoalan yang belum tuntas ini.
“Tergolong penggusuran ini dilakukan tidak berdasarkan proses peradilan. Dolly saja serah terima bisa mulus. Di sini tidak,” kata Sukariyono.
"Kita juga membayar PBB dan retribusi rutin," kata Widodo.
Lantaran sejumlah persoalan itu, warga berniat menggugat pemerintah secara perdata maupun pidana. “Kita mulai dari mengaku ke polisi nanti. Kita laporkan tindakan penghancuran barang dan benda, pelanggaran hak asasi manusia, hingga tindakan perdata,” kata Sukariyono.
Pemkot Balikpapan pun mengaku siap atas gugatan warga. “Bagian hukum kita juga telah menyiapkan kuasa hukum menghadapi gugatan nanti,” kata Rizal, Wali Kota Balikpapan, ditemui terpisah.

0 comments:
Post a Comment