
www.beritankri21.blogspot.com -Sampai Rabu (26/4) malam, seusai hujan yang deras, kiriman papan bunga dari individu, keluarga, dan komunitas masih berdatangan di Balai Kota DKI. Sebelumnya, pendopo Balai Kota dipenuhi warga yang antre berjam-jam demi bertemu Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
Di antara warga yang mengantre merupakan Lusi (24) yang siang tersebut duduk bersama anaknya yang berumur tiga koma lima tahun di tangga pendopo Balai Kota DKI. Demi bertemu dan berfoto bareng Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, ia beristirahat sebelum antre lagi bersama ratusan warga Barisan berjubel memenuhi pintu masuk ruang tamu gubernur
"Kami mau memberi semangat kepada Pak Ahok dan Pak Djarot, masih tidak sedikit ladang untuk mengabdi bagi masyarakat," ujar Lusi yang datang berombongan mengendarai 3 mobil dari Ceger, Cipayung, Jakarta Timur. Mereka beriuran Rp 50.000 per orang untuk tarif transpor dan memesan karangan bunga.
Papan bunga dan karangan bunga melimpah ruah di halaman Balai Kota. Bahkan, diletakkan berjejer di jalur pejalan kaki di luar pagar Balai Kota dan di jalur hijau di seberang gedung.
Pada Pilkada DKI 2017, Lusi mendukung petahana tersebut. Namun, dia telah menerima kenyataan bahwa pasangan itu kalah. Dia hanya bisa berharap pemenang pilkada, Anies Baswedan- Sandiaga Uno, melanjutkan program dan membuat Jakarta lebih baik, seperti menjaga sungai Jakarta tetap bersih, mempertahankan aplikasi Kartu Jakarta Pandai, dan menjalankan pemerintahan secara transparan.
Harapan sama diungkapkan Sita (45) dari kelompok arisan BFF yang datang berseragam kemeja putih dipadu celana jins biru. Mereka mengapresiasi program-program petahana yang sudah dijalankan yang di antaranya ditunjukkan dengan saluran-saluran air dan sungaisungai yang bersih serta pemerintahan yang transparan.
"Kami masih mau melihat pejabat jujur dan berprestasi tetap bekerja untuk rakyat. Mungkin bisa masuk ke kabinet pemerintahan," ujarnya.
Terima kasih secara langsung kepada Basuki dan Djarot diucapkan dukungan terhadap kinerja yang baik dan nyata tersebut yang membuat mereka rela antre untuk. Secara emosi, mereka masih bersedih. "Kami sebetulnya murung sekali baru mendapat gubernur yang betul-betul bekerja, tapi sudah wajib berpisah," kata Sita.
Lebih dari 3 jam mereka antre demi bertemu dan berfoto dengan Basuki. Setelah berfoto, mereka memekik senang sembari melihat hasil foto di layar telepon seluler.
Meskipun idolanya tak menang, Sita tetap menaruh harap pada Anies-Sandi. Ia berharap program-program kerja yang bagus dipertahankan dan dilanjutkan.
Beberapa berpose di depan karangan bunga yang ditujukan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dal Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat tertata di kompleks Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (26/4/2017). Karangan bunga itu berisi empati masyarakat kepada Ahok-Djarot terutama pascapilkada DKI 2017.
Sejumlah berpose di depan karangan bunga yang ditujukan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dal Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat tertata di kompleks Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (26/4/2017). Karangan bunga itu berisi empati warga kepada Ahok-Djarot terutama pascapilkada DKI 2017.(KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI)
Bukan kegalauan
Sebagaimana mayoritas isi pesan pada papan bunga yang berlimpah di Balai Kota, warga yang datang tak galau dan bersedih berlebihan. Wajah-wajah tidak jernih tertib mengantre.
Masyarakat lain juga semangat dan sabar mengantre, seperti Syanete (54), Tiominar (59), Leily (51), dan Lendry (33), yang merupakan anggota pegawai akademik salah satu sekolah yang berlokasi di sekitar Balai Kota. Mereka berharap pasangan baru nantinya menambah perhatian pada dunia pendidikan.
"Harap sabar, ya, bapak dan ibu. Aku jamin tentu bisa bertemu Pak Ahok di dalam," ujar petugas pengamanan dalam dengan pengeras suara sekitar pukul 11.00.
Masyarakat setia menunggu meski akhirnya menunggu sampai pukul 15.00 sebab Basuki wajib menerima beberapa tamu dan istirahat.
Saat turun hujan deras menjelang sore, barulah Seusai berfoto, kata Basuki kepada serombongan warga Setiap rombongan masuk terdiri dari 15-20 orang.
Sampai Rabu siang, berdasarkan data petugas Balai Kota, jumlah papan bunga ada sekitar 1.500. Semua disusun membentuk "dinding-dinding". 1 papan bunga tidak kecil dikirim Partai Solidaritas Indonesia berukuran 4 meter x 12 meter dipajang di trotoar Jalan Medan Merdeka Barat. Di sana tertulis, "Satu Kekalahan, Seribu Bunga Merekah. Terima Kasih, Ahok!".
Petugas pengamanan dalam sempat kewalahan dengan hadirnya ribuan papan bunga tersebut.
Setelah kompetisi pilkada yang keras, hadirnya bunga dan warga ke Balai Kota menjadi simbol rekonsiliasi damai Selama kampanye, iklim politik dan sosial di Jakarta panas dan gaduh dengan isu SARA. Karangan bunga, apresiasi kinerja, dan menerima kekalahan dikenal sebagai sikap politik yang baik. Apalagi, dalam momentum rekonsiliasi, baik elite maupun masyarakat.
"Bukankah itu langkah-langkah menyampaikan pesan dengan damai dan malah melawan kampanye sebelumnya yang kasar, gaduh, dan menggunakan berita hoaks? Ini adalah bentuk perlawanan damai dan elegan," ujar Reni.
Reni menambahkan, cara-cara damai dan elegan itu merupakan terobosan. Bunga adalah simbol cinta kasih, baik untuk ekspresi suka maupun kesedihan. Dengan langkah-langkah damai tersebut, gaduh politik diharapkan segera usai.
Hal itu, kata Reni, mesti diapresiasi. Pendukung Basuki- Djarot setidaknya sudah menyampaikan pesan kekalahan dengan bahasa bunga dan perdamaian. Selanjutnya, bagi gubernur dan wakil gubernur terpilih, tantangan untuk bekerja bagi masyarakat Jakarta menanti di depan mata. Apalagi, petahana telah membuat standar pelayanan publik yang tinggi.
Di Balai Kota, papan bunga dan barisan warga dikenal sebagai wajah harapan dan terima kasih warga kepada pemimpin. Tersebut berlaku bagi semua pemimpin.


0 comments:
Post a Comment